SIAGA-FM – Lebih dari 40.000 warga Kota Malang tinggal di wilayah rawan bencana. Dari jumlah tersebut, hingga pertengahan tahun 2025 ini baru 28.366 orang yang telah mengikuti pelatihan dan sosialisasi tentang kebencanaan.
Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kota Malang, masih ada sekitar 11.634 jiwa yang belum memiliki pemahaman
dasar dalam mencegah dan memitigasi bencana. Ini bukan sekadar data angka, tapi
ini adalah panggilan tanggung jawab.
Demikian yang ditegaskan Wakil Wali Kota Malang, Ali
Muthohirin saat membuka Pelatihan Pencegahan dan Mitigasi Bencana di Hotel
Atria, Selasa (24/6/2025) kemarin.
Menurutnya, pelatihan seperti ini menjadi sangat penting,
bukan hanya sebagai formalitas saja, tetapi sebagai upaya nyata menyelamatkan
masyarakat dari potensi bencana yang bisa saja terjadi.
“Penanggulangan bencana bukan hanya tugas BPBD atau
pemerintah semata. Ini adalah tanggung jawab kolektif yang membutuhkan
keterlibatan aktif dari masyarakat, khususnya generasi muda karena pemuda
adalah energi perubahan, motor pergerakan, dan garda terdepan dalam situasi
darurat,” jelasnya.
Ditambahkan Ali, pemuda harus punya kapasitas, bukan
hanya semangat saja. Pemuda harus siap bertindak, bukan hanya siap bereaksi.
Dan pemuda Kota Malang harus menjadi pemuda tangguh bencana yang bisa memimpin,
mengedukasi, dan menginspirasi lingkungan sekitarnya.
“Pelatihan ini bukan hanya soal bagaimana menghadapi
gempa, banjir, atau tanah longsor. Lebih dari itu, kita bicara tentang
bagaimana membangun budaya sadar risiko di tengah masyarakat. Kita bicara
tentang kesiapsiagaan, koordinasi, dan ketangguhan komunitas,” tutur Ali.
Pihaknya pun mengapresiasi kegiatan ini karena dari tema
yang diambil dibingkai dengan kearifan lokal budaya Indonesia, yang sejatinya
telah lama mengajarkan hidup selaras dengan alam.
“Nilai-nilai seperti gotong royong, sesrawungan (rasa
kebersamaan), hingga ritual adat, semua itu adalah bentuk kearifan lokal yang
bisa kita transformasikan menjadi sistem mitigasi modern yang lebih membumi,”
urai Ali.
Untuk itu, Wawali mengajak untuk menjadikan kegiatan ini
sebagai titik tolak menuju Kota Malang yang lebih siap, tanggap, dan berdaya
dalam menghadapi bencana.
“Mari kita jadikan pemuda sebagai ujung tombak perubahan,
bukan hanya di ranah sosial, tetapi juga dalam sistem penanggulangan risiko
bencana yang lebih terstruktur, terlatih, dan kolaboratif,” sambungnya.
Wawali pun mengingatkan kembali bahwa bencana bisa datang
kapan saja tanpa aba-aba. Ia pun tak lupa mengajak seluruh elemen untuk
membangun kesiapsiagaan dengan ilmu dan kolaborasi.
“Semoga pelatihan ini berjalan lancar, membawa manfaat
nyata, dan mampu menumbuhkan kesadaran baru di masyarakat tentang pentingnya
budaya siaga bencana yang berbasis kearifan lokal,” pungkas Ali.(ist)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar