SIAGA-FM – Bencana tidak dapat dihindari, namun dampaknya dapat diminimalkan dengan kesiapsiagaan yang baik. Sekolah sebagai institusi pendidikan, memiliki peran strategis dalam menanamkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap terkait kesiapsiagaan bencana.
Pada sisi dunia
pendidikan, sekolah merupakan tempat berkumpulnya anak-anak, guru, dan tenaga
kependidikan yang rentan terhadap bencana, sehingga menjadi prioritas dalam
upaya pengurangan risiko bencana (UNDRR, 2020).
Konsep
"Sekolah Siaga Bencana" (SSB) adalah bentuk konkret implementasi
pengurangan risiko bencana (PRB) dalam dunia pendidikan.
Menurut BNPB
(2022), tingkat literasi kebencanaan di Indonesia masih rendah, bahkan di
wilayah yang sering terdampak bencana. Sekolah dapat menjadi wahana awal dalam
membangun kesadaran dan pengetahuan kebencanaan, terutama pada anak-anak usia
dini hingga remaja.
Perlindungan Hak Anak dalam Situasi Bencana
Hak anak untuk
mendapatkan perlindungan dan pendidikan harus tetap terjamin meskipun dalam
kondisi darurat (UNICEF, 2018).
Sekolah Siaga
Bencana menekankan perlunya sistem evakuasi, jalur aman, serta pelatihan tenaga
pendidik dalam menghadapi bencana. Hal ini mengurangi risiko korban jiwa dan
trauma psikologis yang berkepanjangan.
Penguatan Peran Masyarakat dan Kolaborasi Antar
Lembaga
Sekolah tidak
berdiri sendiri. Dalam praktik SSB, keterlibatan orang tua, masyarakat sekitar,
dinas pendidikan, kementerian agama, otoritas kebencanaan, dan lembaga
kemanusiaan sangat penting.
Kegiatan seperti
penyusunan rencana kontinjensi sekolah, simulasi bersama, hingga pembentukan
tim siaga bencana sekolah, adalah bentuk kolaborasi multi-pihak yang memperkuat
ketangguhan komunitas sekolah.
Kita ketahui, banyak sekolah di Indonesia masih berada di kawasan rawan bencana dan memiliki
bangunan yang tidak tahan gempa. SSB mendorong audit dan rehabilitasi bangunan
sekolah agar sesuai dengan standar aman bencana. Menurut penelitian oleh Wisner
et al. (2015), infrastruktur yang tangguh secara signifikan mengurangi jumlah
korban jiwa saat terjadi bencana.
Menyikapi
pentingnya hal di atas, Kementerian Pendidikan bersama BNPB telah menerbitkan
berbagai regulasi dan panduan teknis SSB, seperti Permendikbud No. 33 Tahun
2019 tentang Satuan Pendidikan Aman Bencana. Ini menunjukkan pengakuan negara
terhadap pentingnya integrasi literasi kebencanaa dalam sistem pendidikan
nasional.
Kesimpulannya, Sekolah Siaga Bencana bukan hanya program
teknis, melainkan suatu bentuk transformasi budaya sekolah menjadi lebih
tangguh dan adaptif terhadap risiko bencana.
Implementasi SSB yang efektif dapat menyelamatkan nyawa,
mengurangi kerugian, serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, gotong royong,
dan kesadaran lingkungan sejak dini. Oleh karena itu, urgensi penerapan SSB
harus didukung oleh semua pihak secara konsisten dan berkelanjutan.
Daftar Pustaka
1. BNPB.
(2022). Indeks Risiko Bencana Indonesia 2022. Badan Nasional Penanggulangan
Bencana.
2. UNDRR.
(2020). Comprehensive School Safety
Framework.
3. UNICEF.
(2018). Child Protection in Emergencies.
4. Wisner,
B., Gaillard, J.C., & Kelman, I. (2015). Handbook of Hazards and Disaster Risk Reduction and Management.
Routledge.
5. Permendikbud
No. 33 Tahun 2019. Satuan Pendidikan Aman Bencana.
Penulis: Nova Indra (Anggota RAPI,
Journalist)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar