SIAGA-FM – Pengajaran pengetahuan mitigasi bencana alam di sekolah sebagai langkah strategis membangun budaya tanggap bencana sejak usia dini penting dilakukan.
"Kita harus bersahabat dengan alam. Di Maluku ini
gempa bumi atau tanah longsor berisiko terjadi karena siklusnya berulang. Oleh
sebab itu, pelajaran tentang mitigasi bencana harus diterapkan di
sekolah-sekolah, dimulai dari SD," ujar Geolog dari Universitas Pattimura
(Unpatti) Ambon Dr. Robert Hutagalung Robert di Ambon, Senin kemarin.
Menurutnya, pengajaran mitigasi bencana sejak usia dini
penting untuk meminimalkan risiko yang ditimbulkan saat terjadi bencana seperti
longsor atau gempa bumi, mengingat wilayah Maluku merupakan kawasan rawan gempa
karena berada di jalur cincin api Pasifik.
Robert mencontohkan kejadian gempa bumi pada tahun 2019
di Maluku yang mengakibatkan korban jiwa, sebagian di antaranya karena
kepanikan akibat kurangnya pengetahuan tentang cara menyelamatkan diri saat
gempa terjadi.
"Waktu gempa 2019, kita lihat sampai ada yang
meninggal karena panik melompat dari gedung atau terinjak-injak saat berlarian.
Itu terjadi karena mereka tidak tahu bagaimana mitigasi bencana. Itu yang
menurut saya harus mulai diajarkan kepada anak-anak kita di Maluku,"
katanya.
Ia menjelaskan, siswa sekolah dapat dibekali dengan
langkah-langkah penyelamatan sederhana, misalnya bagaimana bertindak saat
terjadi gempa ketika sedang berada di dalam ruangan.
"Pertama, kalau ada meja, sembunyilah di bawah meja.
Sebisa mungkin lindungi kepala menggunakan benda-benda di sekitar,"
ujarnya.
Selain mitigasi gempa bumi, katanya, mitigasi bencana
longsor juga penting sebagai upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko dan
dampak dari kejadian tanah longsor. Langkah-langkah mitigasi ini mencakup
tindakan sebelum, saat, dan setelah bencana terjadi.
Pada tahap prabencana, fokus utama adalah pencegahan,
seperti pemetaan wilayah rawan longsor, penanaman vegetasi berakar kuat untuk
memperkuat struktur tanah, pembangunan terasering di lahan miring, serta
pengelolaan tata ruang yang mencegah aktivitas manusia di area berisiko tinggi.
Edukasi dan pelatihan kepada masyarakat dan siswa sekolah
di daerah rawan juga menjadi bagian penting untuk meningkatkan kesadaran dan
kesiapsiagaan.
Saat bencana terjadi, mitigasi difokuskan pada tanggap
darurat, seperti mengenali tanda-tanda longsor misalnya retakan tanah,
kemiringan pohon, suara gemuruh, atau air keruh mengalir dari lereng dan segera
melakukan evakuasi ke tempat aman.
"Dengan bekal pengetahuan yang cukup mengenai
mitigasi bencana, warga diharapkan mampu mengambil keputusan cepat dan tepat
untuk menyelamatkan diri sendiri maupun orang lain saat terjadi bencana,
sehingga potensi korban dapat ditekan semaksimal mungkin," katanya.
(source: ANTARA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar