SIAGA-FM – Bencana selalu mengancam keselamatan manusia dan lingkungan sekitar. Risiko ini harus dikelola secara serius melalui pendekatan manajemen risiko yang sistematis dan terencana.
Sri
Mudayatiningsih, S.Kp., M.Kes (Dosen Jurusan Analisis Farmasi dan Makanan,
Poltekkes Malang). (foto: dok RRI Malang)
“Risiko adalah hasil dari bahaya dikalikan kerentanan
lalu dibagi dengan kapasitas menghadapi. Jika kapasitas rendah sementara
kerentanan tinggi, maka risiko akan meningkat secara signifikan dan
membahayakan,” ujar Sri Mudayatiningsih, S.Kp., M.Kes, Dosen Jurusan Analisis
Farmasi dan Makanan, Poltekkes Malang, Selasa (15/7/2025) kemarin dikutip dari
RRI.
Sri mencontohkan, sebuah ruangan padat tanpa jalur
evakuasi sangat berpotensi menyebabkan risiko tinggi saat bencana.
“Dalam situasi itu, keterlambatan evakuasi dapat
memperparah jumlah korban jiwa dan kerugian lainnya,” jelasnya.
Kondisi lingkungan sangat menentukan tingkat risiko dan
kemampuan menghadapi bencana secara langsung. Bencana yang terjadi saat malam
hari umumnya lebih berisiko karena orang sedang lelap dan tidak waspada.
“Manajemen risiko bencana mencakup fase pra-bencana,
tanggap darurat, dan pasca-bencana atau rehabilitasi korban terdampak. Pada
fase pra-bencana, masyarakat perlu diberikan edukasi tentang mitigasi dan
tindakan penyelamatan,” imbuhnya.
Sri menjelaskan, edukasi masyarakat perlu dilakukan
terutama di wilayah rawan bencana yang memiliki kerentanan tinggi terhadap
ancaman.
Oleh karena itu, sambungnya, penting untuk memberikan
informasi awal agar masyarakat bisa mengambil tindakan sendiri secara cepat.
Edukasi harus menjelaskan apa saja langkah darurat yang bisa menyelamatkan jiwa
dan mengurangi dampak.
“Setelah bencana ditangani, proses tidak berhenti begitu
saja karena ada fase rehabilitasi yang harus dijalankan. Rehabilitasi bertujuan
memulihkan kondisi fisik, psikologis, dan sosial masyarakat yang terdampak
bencana,” tutupnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar