SIAGA-FM – Ketua Komisi V DPR Lasarus meminta Pemerintah untuk segera memperkuat peran Basarnas dan BMKG menghadapi meningkatnya potensi bencana alam.
Lasarus mengatakan, penguatan itu dilakukan dengan
meningkatkan anggaran, peralatan teknologi, dan penguatan sumber daya manusia
di kedua lembaga tersebut.
“Setelah kita
punya, apakah masalah selesai? Belum. Butuh perawatan. Ini kan harus
di-maintain,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Basarnas dan BMKG di
Gedung DPR, Senayan, Jakarta, baru-baru ini.
Ia menyoroti, perawatan peralatan Basarnas dan BMKG yang
tersebar di darat, laut, maupun udara. Selain membutuhkan pemeliharaan rutin,
seluruh sistem operasional juga membutuhkan sumber daya manusia terlatih dengan
kemampuan yang terus diperbarui.
“Ini kan semua juga pada waktunya, ada yang pensiun.
Orang baru ini juga harus canggih, harus mampu meng-update penggunaan seluruh
peralatan yang ada,” ujarnya.
Khusus untuk Basarnas, Lasarus menekankan, keterbatasan
alat dan sumber daya manusia bisa berdampak langsung pada kecepatan respons
dalam operasi penyelamatan. Kalau responsnya tepat, cepat, berarti Basarnas itu
bekerja dengan baik. “Tapi response time lambat berarti terkendala sumber daya
manusia, terkendala peralatan,” sebutnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Basarnas Mohammad Syafii
menyebutkan, pagu awal 2025 hanya Rp 1,4 triliun dari kebutuhan ideal Rp 3,7
triliun, dan masih terblokir Rp 282,17 miliar. Sehingga pagu riil turun menjadi
sekitar Rp 1,2 triliun.
"Backlog
ini berpotensi mempengaruhi kesiapan operasi SAR yang langsung berdampak pada
keselamatan nyawa," katanya.
Dia menegaskan, Basarnas bukan hanya lembaga
administrasi, tetapi lembaga operasional yang bergerak cepat di lapangan.
“Setiap keterlambatan atau sarana yang tidak siap bisa berarti kehilangan nyawa
yang seharusnya bisa diselamatkan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati
mengungkapkan masih ada backlog
anggaran senilai Rp1,661 triliun pada pagu indikatif 2026 yang berpotensi
mempengaruhi kualitas layanan 24 jam di seluruh unit pelaksana teknis mereka.
“Kebutuhan kami sebesar Rp3,556 triliun, tetapi pagu
indikatif hanya Rp1,894 triliun. Ini berpotensi menghambat pemeliharaan alat
operasional utama dan jaringan komunikasi,” katanya.
Menurut Dwikorita, layanan 24 jam tujuh hari menjadi
tulang punggung sistem peringatan dini cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami.
Di mana, gangguan layanan berpotensi meningkatkan risiko bencana.
“Dengan tambahan anggaran, kami yakin dapat menjaga
operasional dan target pembangunan 2026,” imbuhnya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar