SIAGA-FM – BMKG memperingatkan tingginya potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Riau dan sekitarnya. Hal itu menyusul puncak musim kemarau yang terjadi lebih awal dibandingkan wilayah lain di Indonesia.
“Puncak musim kemarau di Riau berlangsung pada Juli,
berbeda dengan mayoritas wilayah Indonesia yang puncaknya terjadi di Agustus.
Karena itu, Riau sedang dalam masa paling rawan terjadinya karhutla,” ungkap
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam rapat koordinasi penanganan karhutla di
Pekanbaru, Riau, Rabu (24/7/2025).
Berdasarkan prakiraan iklim BMKG, curah hujan di wilayah
Riau selama dasarian III Juli hingga dasarian I Agustus diprediksi berada pada
kategori rendah, yaitu di bawah 50 mm, bahkan sebagian wilayah di bawah 20 mm.
Curah hujan baru diperkirakan mulai meningkat pada dasarian II Agustus.
Dengan curah hujan rendah, tingginya suhu permukaan, dan
kondisi lahan gambut yang mengering, wilayah Riau memerlukan kewaspadaan ekstra
dari semua pihak.
Kondisi kekeringan ini diperparah dengan terbatasnya
pertumbuhan awan hujan, sehingga memperkecil peluang pemadaman melalui operasi
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
“Hari ini awan sangat minim. Namun semalam, kami
bersyukur bisa melakukan penyemaian hingga pukul 21.00 WIB untuk menabung air
agar melembabkan lahan gambut,” ujar Dwikorita.
Ia menambahkan, potensi keterbakaran lahan di Riau berada
pada tingkat “sangat tinggi” sejak 23 hingga 24 Juli, menurun sementara di 25
dan 26 Juli, namun kembali meningkat di akhir bulan.
BMKG juga mengingatkan agar data hotspot perlu dianalisis
secara cermat.
“Tidak semua hotspot dari satelit luar negeri itu akurat.
Bahkan ada yang hanya akibat refleksi panas permukaan, bukan dari kebakaran
lahan,” jelas Dwikorita.
Ia menegaskan, sistem satelit dalam negeri seperti
SiPongi lebih bisa diandalkan karena mampu membedakan tingkat kepercayaan titik
panas dan memantau secara real-time.
BMKG terus memperbarui prediksi cuaca harian dan
berkoordinasi intensif dengan BNPB untuk menyesuaikan lokasi penyemaian awan
berdasarkan potensi pertumbuhan awan hujan.
BMKG juga menyerukan kolaborasi lintas sektor untuk
mengantisipasi dan menekan risiko bencana karhutla yang bisa meluas jika tidak
ditangani secara cepat dan tepat. (SP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar