SIAGA-FM – BMKG
kembali menyelenggarakan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) di Kabupaten
Cilacap, Jawa Tengah.
Program itu ditujukan untuk memperkuat kapasitas nelayan
dalam memahami dinamika cuaca dan iklim yang semakin ekstrem akibat perubahan
iklim global.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam sambutannya
menegaskan, keberadaan nelayan tidak hanya penting bagi daerah pesisir, tetapi
juga bagian dari jati diri bangsa Indonesia.
“Nelayan itu sejatinya adalah jati diri bangsa Indonesia.
Ketahanan pangan dan gizi tidak akan tercapai tanpa ketersediaan pangan laut.
Namun saat ini kita menghadapi tantangan besar, yaitu krisis iklim yang
dampaknya sangat dirasakan oleh nelayan,” ujar Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan, pemanasan global yang kian cepat
sejak 1970-an memicu siklus hidrologi ekstrem seperti hujan lebih lebat, angin
lebih kencang, badai lebih sering, hingga potensi gelombang tinggi yang
berbahaya bagi aktivitas melaut. Ia bahkan memberi contoh tanda-tanda alam yang
dapat dikenali nelayan.
“Kalau melihat awan hitam yang membumbung seperti bunga
kol di langit, itu tanda akan segera terjadi hujan lebat disertai angin kencang
dan petir. Saat itu nelayan harus segera mencari tempat aman,” tegasnya.
Dalam kegiatan SLCN kali ini, BMKG memperkenalkan
aplikasi InaWIS yang mampu memberikan prakiraan kondisi laut hingga 10 hari ke
depan, termasuk ketinggian gelombang, potensi hujan lebat, dan peta sebaran
ikan.
“Dengan aplikasi ini, nelayan dapat merencanakan waktu
melaut dengan aman, mengetahui lokasi sebaran ikan secara tepat, serta
menghemat waktu dan biaya operasional. Yang utama, keselamatan nelayan lebih
terjamin,” jelas Dwikorita.
BMKG menegaskan akan terus memperluas jangkauan program
SLCN ke berbagai daerah pesisir di Indonesia, demi mendukung keselamatan
nelayan sekaligus menjaga ketahanan pangan nasional. (SP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar